Biak “Bila Ingat Akan Kembali”. Ungkapan tersebut sering diucapkan oleh wisatawan. Untuk mendukung potensi pariwisata di Biak Numfor, pemerintah daerah telah menyiapkan sarana dan prasarana yang sangat memadai untuk itu. Bandara yang bertaraf Internasional “Frans Kaisiepo” merupakan bandara terbesar di propinsi paling timur ini, meskipun ibukota Papua bukan di Biak Numfor. Bandara Frans Kaisiepo sangat mendukung nilai stategis Biak Numfor, karena letaknya sebagai pintu gerbang internasional. Selain Bandara, pelabuhan lautnya bisa akses langsung ke kawasan Asia Pasifik, Australia dan Amerika.
Musium Cendrawasih
Musium Cendrawasih dibangun dengan Arsitektur tradisional ciri khas rumah Suku Biak yang dikenal dengan nama Rumstram. Di dalamnya terdapat banyak peninggalan perang Dunia II, berbagai macam alat perang dan senjata dari mulai jenis ringan hingga berat tersimpan di musium ini. Anda juga akan dikenalkan dengan adat budaya masyarakat Papua melalui profil beberapa suku yang tinggal di Pulau Papua.
Musium Cendrawasih dapat dicapai dengan mudah, karena dibangun di tengah kota, anda dapat mengunjunginya dengan kendaraan pribadi maupun angkutan umum, datang berombonganpun tersedia areal parkir yang cukup memadai.
Apa itu Karst?
dan gua. Daer
ah ini dibentuk terutama oleh pelarutan batuan, kebanyakan batugamping yang lazim dan relatip mendekati. Tetapi pelarutan batuan terjadi di litologi lain, terutama batuan karbonat lain misalnya dolomit, dalam evaporit seperti halnya gips dan halite, dalam silika seperti halnya batupasir dan kwarsa, dan di basalt dan granit dimana ada bagian yang kondisinya cenderung terbentuk gua (favourable). Semua tersebut diatas adalah benar-benar karst. Daerah karst dapat juga terbentuk oleh proses yang lain – cuaca, kegiatan hidrolik, pergerakan tektonik, air dari pencairan salju dan pengosongan batu cair (lava). Karena proses dominan dari kasus tersebut adalah bukan pelarutan, kita dapat memilih untuk penyebutan bentuk lahan yang cocok adalah pseudokarst (karst palsu).
Sebagai daerah kepulauan, Biak Numfor memiliki lokasi wisata pantai dan bahari yang indah untuk dapat dinikmati. Disamping itu juga terdapat beberapa lokasi bersejarah sisa perang dunia II, yang menjadi daya tarik dan layak untuk dikunjungi, selain acara-acara tradisional yang sering diadakan di kabupaten ini.
Pantai
Monumen
Bahari
Sebagai daerah kepulauan dan memiliki kekayaan laut yang besar, Kabupaten Biak Numfor memiliki beberapa tempat dengan pemandangan bawah laut yang indah dan menarik.
Keindahan pemandangan bawah laut tersebut dapat dinikmati pada lokasi-lokasi antara lain : Kepulauan Padaido dan pesisir pantai Biak Timur. Untuk mencapai Kepulauan Padaido mempergunakan perahu yang dapat disewa pada penduduk setempat.
Untuk menjaga kelestarian kekayaan laut tersebut, Pemda Kabupaten melalui badan Core Map, melakukan pembangunan dan pelestarian atas biota laut yang ada seperti Terumbu Karang, Rumput Laut, Ikan-ikan dan lain sebagainya.
Tradisional
Kegiatan yang menampilkan budaya setempat sering diadakan oleh Pemda sebagai bentuk dari kepedulian dan melestarikan budaya Biak. Acara tersebut berupa kegiatan kesenian seperti Tarian Tradisional maupun acara kesenian dari Biak.
Acara Perkawinan Adat
Biak Numfor, Ketika Kekuatan Bahari dan Sejarah Memancarkan Pesona
Gumpalan awan putih tak beraturan menggelayut manja di langit biru. Matahari enggan menampakkan diri. Gelombang tenang tidak bergejolak, memberi kepuasan mengintip karang-karang di dasar laut jernih. Teduh, alami dan masih tejaga. Mereka berpadu syahdu memayungi "apa-apa" menelusuri kepulauan Padaido di Kabupaten Biak Numfor, Papua, yang menyimpan kekayaan tak ternilai, keindahan laut dan sejarah.
Mereka, orang Biak, menamakan alat transportasi laut alias perahu dengan sebutan Apa-apa. Istilah lainnya adalah Motor Tempel atau Perahu Johnson. Apapun istilahnya, orang Biak sangat mengistimewakannya, karena Apa-apa atau Motor Tempel atau Perahu Johnson menjadi tumpuan mereka menikmati kekayaan laut daerahnya yang luar biasa.
Mereka, orang Biak, menamakan alat transportasi laut alias perahu dengan sebutan Apa-apa. Istilah lainnya adalah Motor Tempel atau Perahu Johnson. Apapun istilahnya, orang Biak sangat mengistimewakannya, karena Apa-apa atau Motor Tempel atau Perahu Johnson menjadi tumpuan mereka menikmati kekayaan laut daerahnya yang luar biasa.
Dimulai dari Tip Top, daerah yang tidak jauh dari pusat Kota Biak yang menjadi sandaran angkutan rakyat tersebut, kita bisa mengawali perjalanan eksplorasi kawasan Kepulauan Padaido yang secara geografis terletak di sebelah Timur Pulau Biak dan menjadi bagian wilayah Teluk Cendrawasih.
Objek Wisata Di Kepulauan Padaido
Kepulauan Padaido merupakan sebuah gugusan pulau terdiri dari 31 pulau, 10 diantaranya berpenghuni. Dibagi menjadi 2 bagian, Padaido Atas dan Padaido Bawah memiliki hamparan pasir putih dengan panorama laut yang mengagumkan. Mereka dibidik oleh para diver mancanegara sebaga salah satu daerah untuk menyalurkan hasrat diving atau olahraga air lainnya selain Bali dan Sulawesi, yang populer akan keindahan bawah lautnya.
Di sepanjang gugusan kepulauan ini ada beberapa objek wisata bahari yang layak dijadikan destinasi para pecinta diving atau wisatawan, seperti Pulau Pakreki yang menjaid pembatas antara Padaido Atas dan Padaido Bawah. Untuk mencapai ke pulau ini butuh waktu satu jam dari Tip Top. Dengan kondisi terumbu karang yang masih baik dan bentangan pulau pada bagian utara dan timur yang memiliki pantai yang landai, merupakan tempat yang cocok untuk snorkeling. Sementara para diver memilih bagian baatnya karena memiliki pantai yang curam, dinilai bagus untuk diving.
Selama perjalanan menuju Pakreki, keindahan pemandangan alam sangat memanjakan mata. Terlihat samar-samar Pulau Yapen berbentuk bukit memanjang yang juga memiliki kekayaan hasil laut yang tak kalah dari daerah-daerah di papua lainnya seperti Sorong dan Pulau Biak sendiri.
Jika tidak ingin melewatkan kekuatan nilai sejarah yang tersimpan di dasar Laut Biak, anda dapat meyelam untuk melihat bangkai pesawat Catalina yang dipakai tentara Jepang ketika melawan sekutu pada masa Perang Dunia II. Kondisi pesawat tersebut masih utuh. Tidak jauh dari 'kediaman' pesawat Catalina, kira-kira dapat dicapai selama 10 menit, kita bisa melihat pulau yang ditopang oleh karang seperti bentuk vas bunga, itu adalah Pulau Rurbas Besar. Pulau ini berdiri berpasangan dengan Pulau Rurbas Kecil yang berada di seberangnya.
Setelah mengaggumi sebagian kecil pulau-pulau di atas perahu kita bisa menginjakkan kaki di salah satu pulau yang bepenghuni tepatnya di Desa Mbromsi atau Kampung Nyansoren. Menyinggahinya seperti membuka tabir budaya Papua nan unik. Suara merdu lagu-lagu Yospan (Yosim Pancar), yang dinyanyikan sekelompok pria diiringi dengan gerakan tari atraktif dan dinamis oleh para wanita, membentuk kesatuan yang menggambarkan semangat kehidupan masyarakat Papua.
Tidak hanya disambut oleh Yospan, kita juga bisa menyaksikan Barapen, yaitu batu-batuan panas yang telah dibakar. Batu-batuan itu digunakan untuk mematangkan makanan khas seperti umbi-umbian, sagu dan lauk-pauk seperti ayam dan ikan. Sebenarnya Barapen juga merupakan sebuah atraksi atau upacara yang dilakukan muda-mudi menjelang dewasa. Batu-batuan yang jumlahnya banyak tersebut dibakar pada api unggun dan sisa pembakaran dipindahkan ke telapak kaki mereka yang telah diberi obat-obatan dan ludah pinang. Pada waktu bersamaan dibacakan mantra, mereka demonstrasi berjalan diatasa batu panas dengan kaki telanjang. Atraksi tersebut sampai sekarang masih berlangsung di Kabupaten Biak Numfor oleh suku tertentu.
Perjalanan kemudian dilanjutkan ke Pulau Dauwi, di pulau ini terdapat pondok wisata yang telah dibangun oleh masyarakat setempat untuk digunakan wisatawan menikmati suasana tenang dan hening sambil mengamati panorama matahari terbit dan tenggelam. Wisatawan juga bisa bermalam dengan menginap di pondok wisata yang telah disediakan. Menjelang senja, segeralah pergi ke sebelah timur pulau ini menuju Pulau Samakur, karena anda akan ditakjubkan dengan pemandangan cantik yaitu pergantian burung siang dengan burung malam yang terjadi di kala matahari hendak tenggelam. Pemandangan itu memang menjadi salah satu objek yang selalu ditunggu oleh wisatawan.
Jika ingin menikmati keindahan bawah laut di sekitar Pulau Dauwi, anda bisa menyeberang ke Pulau Runi, Rasi dan Nukori yang menawarkan keindahan terumbu karang dan biota laut lanilla. Selain itu, di kawasan pulau ini juga terdapat tempat bersejarah seperti Pulau Wamsoi yang konon ceritanya di tempat inilah pertama kali pasukan sekutu yang dipimpin oleh Jendral Douglas MacArthur mendarat sebelum ke Pulau Wundi. Pulau Wundi sendiri merupakan pulau yang sangat terkenal tidak hanya di kalangan domestik tapi juga di mancanegara karena menjadi pangkalan pasukan sekutu melawan pasukan Jepang dalam PD II. Tempat dari bagian sejarah besar dunia tersebut menyisakan bukti-bukti peninggalan perang seperti tabung bom, drum-drum serta bekas rumah sang jendral meski sekarang tinggal fondasinya saja.
Dari Pulau Wundi, perjalanan berlanjut ke Pulau Owi yang juga di kawasan gugusan Kepulauan Padaido, dekat dengan Biak Kota dan daratan Pulau Biak sebelah timur (Bosnik), tempat transit orang menuju pulau tersebut. Bangunan gereja bertuliskan "Tugu Peringatan Injil Masuk di Plau Owi 4 September 1933" terpampang di depan dan sangat mencolok. Keberadaan bangunan tersebut seperti penyambut setiap tamu yang datang. Kepopuleran pulau ini tidak terlepas dari bandara udara yang dimilikinya, di mana dahulu semasa PD II tentara sekutu menjadikannya sebagai pangkalan untuk menyerang tentara Jepang di wilayah Pasifik. Bandara tersebut masih ada meskipun tidak dimanfaatkan lagi.
Perjalanan ke pulau-pulau di Kepulauan Padaidopun berakhir dan tiba waktunya kita kembali ke daratan. Tiba di Desa Ofiare, Distrik Biak Timur, kita bisa menuju Goa Lima Kamar untuk kembali melihat bukti-bukti sejarah dari pertempuran hebat PD II yang masih banyak terdapat di Biak. Dari sini, goa peninggalan tentara Jepang tersebut dapat ditempuh sekitar 15 menit dengan menggunakan bus. Sesuai dengan namanya, goa ini memiliki lima rongga atau kamar yang diduga dipakai oleh tentara Jepang sebagai tempat penyimpanan obat dan perawatan, karena masih terdapat sisa-sisa dan bekas obat-obatan. Waktu yang tepat untuk mengunjungi goa ini sebaiknya siang hari karena masih terang sehingga jelas untuk melihat keadaan sekitar. Kita juga bisa lebih leluasa melihat stalagnit yang indah dan mempesona.
Tidak jauh dari Goa Lima Kamar, anda dapat mengunjungi monument PD II yang terletak di pinggir laut di Desa Paray. Selama 1942-1944 kawasan ini digunakan sebagai pusat pemerintahan oleh Pemerintah Pendudukan Jepang. Peninggalan yang tersisa adalah berupa tulang dari tentara Jepang yang menjadi korban PD II. Tulang tersebut dimasukkan ke dalam peti dan diberi nama dalam aksara kanji dan di tempel foto korban di luarnya. Monumen ini dibangun atas kesepakatan Jepang dan Indonesia.
Peninggalan tentara Jepang yang terdpat di daratan Biak Numfor juga bisa disaksikan lebih banyak lagi di Goa Jepang. Sebelum memasuki goa, pada halaman depan tampak sisa-sisa peralatan yang dipakai perang dengan keadaan berkarat. Mulai dari baling-baling pesawat, tank, amunisi sampai badan pesawat yang berserakan. Sebagian lagi terdokumentasi di museum kecil yang terletak di depannya.
Masyarakat setempat menyebut goa ini "Abyak Binsar". Abyak berarti goa dan Binsar berarti nenek. Menurut legenda, disebut Goa Jepang karena mendekati akhir PD II orang-orang Jepang menggunakan goa ini sebagai tempat persembunyian dan basis penyimpanan logistik. Goa ini berlubang diatasnya akibat pegeboman oleh tentara sekutu. Menurut informasi, saat pengeobaman terjadi terdapat sekitar tiga ribu tentara Jepang bersembunyi di dalam goa.
Flora dan Fauna |
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar